story of gilang
Rabu, 28 September 2011
SURAT TERAKHIR
Toookk…toookkk…toookkk…terdengar suara ketukan pintu di keheningan pagi.”Masuk!” kata seorang pria tua dari balik pintu. “Maaf pak saya terlambat,” kata Galang pasang wajah sedih. “Kamu lagi…kamu lagi, yasudah silakan masuk!” pak guru pun mempersilakan Galang masuk kelas.
Dengan nafas yang ngos-ngosan Galang menuju tempat duduknya di sudut kiri dekat pintu. “Sial, gue telat cuma gara-gara mobil di gang tadi gak mau ngalah rann.” Ngeluh Galang sama Rani teman sebangkunya, “ya…itulah resiko sekolah di dalam gang,” seru Rani sambil tertawa.
Jam menunjukkan pukul sepuluh, waktunya untuk istirahat, langsung saja Galang lari ke kantin dan duduk ditempat yang biasa dia dan teman-temannya nongkrong cuma buat menertawakan apa yang tidak seharusnya mereka tertawakan. Galang pun segera pesan makanan sambil menunggu teman-temannya turun dari kelas.
“Doooorrr…” suara itu memecahkan lamunannya yang lagi bengong menunggu makanan datang, “sial lu, untung jantung gue gak copot rann.” Serunya kaget dengan kedatangan Rani.
“Gak sama Ana Rann?” tanyanya kepada Rani, “ayo…ada apaan lu nanyain Ana,” jawab Rani curiga.
“Hehe…gak kok rann.” Jawab Galang sekenanya.
Makanan pun datang bersamaan dengan teman-temannya yang baru keluar dari kelas, segera saja Galang makan dengan lahapnya. “Lang…pelan-pelan kali makannya, kaya apaan aja lu makan begitu.” Bentak teman-temannya. “Laper boy.” Hehe.
Jam pun menunjukkan pukul sebelas tepat dan saatnya ia bergegas masuk kelas melanjutkan pelajaran, karena bel pun sudah terdengar.
***
“Lang…”
Galang pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, “ekhh…Ana” jawabnya kaget.
“Kok kamu kaget lang?” tanyanya, “gak ko, ada apa An?” jawabnya.
“Aku boleh bareng gak, lagi males naik angkot ni.” Seru Ana sambil memohon.
“ohhh yasudah, aku juga sendiri kok.” Jawabnya tersenyum.
Bergegas Galang ambil motor Jupiter MX nya dari parkiran, lalu ia menghampiri Ana dan mengantarnya pulang. Sepanjang jalan hanya terisi oleh obrolan mereka berdua, sampai tibalah di rumah Ana yang terbilang cukup sederhana.
Ana : “Terima kasih ya lang.”
Galang : “Iya, sama-sama kok An.”
“O iya, aku langsung pulang saja ya An?”
Ana : “Kamu tidak mau mampir dulu?”
Galang : “okhh..gak, terima kasih An. Aku sudah di tunggu anak-anak di halte sekolah.”
Galang pun segera pamit dengannya dan bergegas kembali menuju halte sekolah, Galang biasa ngumpul terlebih dahulu sebelum pulang dengan teman-temannya di halte sekolah seraya melepas penat katanya.
***
Malam ini terasa dingin sekali, angin yang menusuk tulang mengingatkan Galang pada diri Ana. Sambil menatap bintang Galang mengirimkan pesan singkat kepada Ana, bahwa ia ingat padanya dan ingin mengajaknya untuk nonton bioskop pada malam minggu esok. Lalu ia pun bergegas masuk untuk segera bermain di alam mimpinya.
***
Ana : “Lang…”
Galang : “Ekh iya…oh Ana, kirain aku siapa.”
Ana : “Maaf ya semalem aku gak balas sms nya, aku gak ada pulsa.”
Hehe.
Galang : “Iya gak apa ko.”
Ana : “Kamu serius lang mau ngajak aku nonton malam minggu besok, kebetulan aku gak ada acara nih.”
Galang : “iya, yasudah nanti aku jemput jam tujuh ya An dirumah kamu.”
Merekapun segera berpisah, karena Galang harus menuju ruang komputer sedangkan Ana harus menuju kelas bahasa.
***
Malam minggu pun datang, tidak sabar rasanya Galang untuk segera bersama Ana malam itu. Setelah pamit dengan orang tuanya, Galang segera melajukan sepeda motornya menuju rumah Ana. Setibanya disana, terlihat paras cantik dengan senyum yang menawan di depan pintu rumah sederhana itu.
Ana : “Katanya jam tujuh, tapi sudah lewat nii.”
Galang : “Hehe…maaf ya An, biasa Jakarta macet.”
Ana : “Ya sudah ayo kita berangkat, nanti telat loh filmnya.”
Mereka pun segera berangkat menuju salah satu mal di pusat kota . Sepanjang jalan hanyalah lalu lalang para pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran menyambut malam minggu yang cerah.
***
Galang segera membeli tiket di studio satu, untungnya mereka tidak telat. Mereka pun menuju studio untuk menyaksikan film yang ingin mereka tonton.
***
“Makasih ya An” bisiknya membuyarkan keseriusan Ana yang sedang asyik menyaksikan film tersebut, “loh…untuk apa lang” sambutnya kaget. Ia pun tidak melanjutkan pembicaraan itu, hanya senyum yang dilontarkannya kepada Ana sambil memalingkan wajahnya dan menggenggam tangan Ana. Ia terasa gugup sekali saat itu, tapi walaupun kaget Ana mampu menerima perlakuannya itu. “Nyaman banget disamping dia,” bisik galang dalam hatinya.
Setelah selesai menonton film, mereka melanjutkan perjalanannya untuk sekedar mengisi perut yang kosong sambil mengisi waktu di malam yang panjang. Tapi sayang, waktu berputar dengan cepat dan Galang pun ingat untuk tidak mengantarkan Ana pulang larut malam. Ia pun segera mengantarnya pulang dengan senyum di sepanjang jalan ibu kota .
***
Ana : “Lang…”
Galang : “ekh Ana…ada apa? Pagi sekali kamu datang?”
Ana : “Iya ni ada tugas yang belum selesai, jadi harus datang pagi-pagi deh. Nanti ada waktu gak lang, aku ingin bicara dengan kamu nih.”
Galang : “kamu mau bicara apa?”
Ana : “nanti saja ya pulang sekolah.”
Galang : “oke deh, aku masuk kelas dulu ya.”
Galang pun segera masuk kelas dan Ana pun juga begitu. Sepanjang jam pelajaran Galang memikirkan apa yang sesungguhnya ingin Ana bicarakan.
***
“Tenngg…tengg…tennggg” bel pulang pun berbunyi, Galang segera keluar kelas berlari sambil becanda bersama teman-teman yang lain. Galang menunggu bersandarkan dinding sekolah di depan gerbang. “Lang, lama ya nunggunya!” kata seseorang yang memecahkan lamunannya, “ekh kamu An, gak kok!” jawab Galang. “Yasudah ikut aku yuk?” ajak Ana, “hey… kita mau kemana?” tanyanya kaget. Tanpa panjang lebar Ana menarik tangan Galang untuk menuju sebuah taman di dekat sekolah. Mereka berdua segera duduk di bawah rindangnya pepohonan.
Ana : “Aku ingin tanya sesuatu sama kamu lang?”
Galang : “Apa?”
Ana : “Kenapa kamu genggam tangan aku lang waktu kita nonton kemarin?”
Galang hanya terdiam tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun kepadanya, “sesungguhnya aku menyayangi mu An, tapi aku tak mampu mengatakan semua ini.” Gumamnya dalam hati. Semua ini terasa menyakitkan buat Galang, bayang-bayang masa lalunya yang membuat ia ragu untuk menyatakan cintanya kepada Ana. Galang adalah mantan kekasih dari sahabatnya Ana. Masih banyak yang Galang pikirkan saat itu. Galang takut persahabatan mereka hancur seketika nantinya.
Ana : “Kamu kenapa diam lang?”
Galang : “oh…tidak ko mbar, tidak apa. Mungkin karena dingin jadi aku sepontan memegang tangan mu.”
***
Galang yakin jawaban itu membuat Ana kecewa saat itu karena Galang tak mampu menyatakan semua itu, ia masih belum berani pikirnya tuk menyatakan semua itu. Sampai pada akhirnya ia melihat perbedaan sikap Ana kepadanya setelah kejadian itu. Ia tak mampu untuk menyapanya, tak sedikit kabarpun yang ia dapatkan. Ini semua kesalahannya, kesalahan yang tak seharusnya ia perbuat.
***
Setahun lamanya setelah mereka lulus SMA, Galang datang kesebuah taman di belakang sekolah. Ia duduk termenung meneteskan air mata, membuka memori akan masa lalunya yang indah bersama Ana. Saat mereka tertawa ditengah sekumpulan bunga. Ia mengirimkan pesan kepada Ana kalau ia ingin bertemu dengannya di taman belakang sekolah. Sekian lama Galang menunggu, akhirnya Ana pun datang.
Galang : “Duduk An, terima kasih ya kamu sudah mau datang.”
Ana : “iya…”
Galang : “Aku tak tahu apa salah ku An, semenjak kejadian itu kamu menjauh dari ku tanpa kabar sedikit pun. Setahun ini aku mencoba untuk menunggu mu An, aku akan lakukan apapun agar kamu mau kembali seperti dahulu. Taman ini menjadi saksi kebersamaan kita An. Aku sayang sama kamu An, baru kali ini aku merasakan hal itu kepada mu. Rasa ini lah yang membuat aku mampu bertahan untuk menunggu mu sampai saat ini.”
Ana : “Sudahlah lang, tidak ada seorang wanita yang ingin digantungi seperti itu. Dibandingi dengan yang lain. Aku menyayangi mu lang, tapi rasa itu sudah berlalu. Aku harus menatap kedepan.”
Galang : “Apa maksud mu An, aku tidak mengerti.”
Saat itu Galang berpikir kalau Ana menyayanginya, namun saat itu Ana tak pernah terbuka dengan Galang tentang perasaannya itu, sampai akhirnya perasaan itu berubah menjadi benci sampai saat ini. Memang saat masih SMA Galang dekat dengan seorang wanita, dan Galang sering curhat dengan Ana. Mungkin karena itulah yang menyebabkan Ana merasa di bandingkan. Tapi semenjak galang merasa kasihnya tak sampai dengan wanita itu, Galang pun merasa rasa cintanya tumbuh kepada Ana, Galang merasa bahwa ia membutuhkan Ana, ia menyayanginya, karena hanya Ana yang mampu membuatnya setia untuk menunggu seorang wanita setahun lamanya.
Ana : “Sudahlah lang lupakan semuanya, cari wanita lain yang lebih baik dari ku. Maaf, aku harus pergi.”
Ana pun pergi meninggalkannya sendiri di taman itu, Galang pun tak mampu untuk menahannya. Galang hanya mampu duduk termenung mengingat masa-masa indahnya bersama Ana di taman ini.
***
Lama sudah tak terdengar kabarnya, sampai suatu hari terdengar kabar bahwa Ana lebih memilih memberikan hati dan cintanya kepada mantan kekasihnya yang dulu. Tapi sayang, ternyata pertemuan yang lalu adalah sebuah pertemuan terakhir untuknya, sejak saat itu terdengar kabar bahwa Galang harus melanjutkan kuliahnya di perguruan tinggi di luar kota . Namun setelah setahun lamanya kabar duka menyelimuti keluarga Galang di Jakarta, bahwa telah terjadi kecelakaan yang menimpa Galang. Sehari sebelum kejadian rani mendapatkan surat yang di kirimkan melalui pos oleh galang untuk Ana kepada dirinya. Galang pesan kepada rani untuk menyampaikan salamnya kepada teman-teman yang lain di Jakarta terutama kepada Ana, ia ingin sekali suatu saat bertemu dengan Ana walau dalam keadaan apapun nantinya. Dan semua permintaan itu akhirnya tercapai, Galang akhirnya dapat bertemu dengan Ana walupun dalam keadaan terbujur kaku. Saat upacara pemakaman, rani memberikan surat itu kepada Ana yang bertuliskan:
“SESUNGGUHNYA AKU TAK BERMAKNA DI HATIMU SELAMA HIDUPKU AN, TAPI AKU YAKIN SETELAH KEPERGIAN KU INI AKU AKAN LEBIH BERMAKNA DI HATI MU UNTUK SELAMANYA. JIKA AKU TAK MAMPU BERSAMA MU DALAM HIDUP INI, AKU INGIN SELALU ADA DI HATI MU, DAN AKU INGIN KITA BERSAMA DI DALAM KEHIDUPAN YANG ABADI.”
Rabu, 15 Juni 2011
Hanya Maaf Untuknya
Ketika kesetiaan mu melebihi semua kemampuan mu, kau tetap bertahan dengan segala rasa yang menyiksamu..
Rasa yang tak mungkin seorangpun memilikinya..
Rasa yang begitu kuat, yang tak mampu rapuh dengan apapun..
Kau coba hilangkan itu, tapi kau tak mampu menahan asa tuk kembali bersama ku..
Raga dan roh ku melekat erat dihati mu..
Aku menyayangi mu, tapi sungguh aku tak bisa bersama mu..
Namun aku sadar, semua kepedulian mu, pengorbanan mu, hingga penantian mu, semua itu hanya untuk ku..
Maafkan aku dengan segala keegoanku, yang tak tahu indahnya cinta suci dari dirimu..
Bila pergi adalah pilihan mu, aku sudah tak sanggup tuk menahan mu..
Maka pergilah...Kosongkan hati mu dari jiwa dan raga ku..
Karena sesungguhnya aku menyayangimu melebihi dari suatu ikatan semu..
Rasa yang tak mungkin seorangpun memilikinya..
Rasa yang begitu kuat, yang tak mampu rapuh dengan apapun..
Kau coba hilangkan itu, tapi kau tak mampu menahan asa tuk kembali bersama ku..
Raga dan roh ku melekat erat dihati mu..
Aku menyayangi mu, tapi sungguh aku tak bisa bersama mu..
Namun aku sadar, semua kepedulian mu, pengorbanan mu, hingga penantian mu, semua itu hanya untuk ku..
Maafkan aku dengan segala keegoanku, yang tak tahu indahnya cinta suci dari dirimu..
Bila pergi adalah pilihan mu, aku sudah tak sanggup tuk menahan mu..
Maka pergilah...Kosongkan hati mu dari jiwa dan raga ku..
Karena sesungguhnya aku menyayangimu melebihi dari suatu ikatan semu..
Langganan:
Komentar (Atom)